Langsung ke konten utama

Monolog

Hari ini kulihat dia, dengan pandangan mata yang pasrah
Pasrah, karena tidak tahu apa yang harus dilakukan
Perasaan yang tidak menentu yang tak tahu harus tertumpahkan pada siapa
Karena dia tahu takkan ada yang peduli atau bakal tahu jawabnya
Hati yang serasa dipukul berton-ton palu
Hati yang sesak serasa tidak bisa bernapas
Badan seperti tidak bertulang
Menyangga tubuhpun tiada kuasa
Maju tidak tahu arah, ke belakang tidak mungkin
Adakah secercah kesempatan
Tidak ada.......apakah harus berhenti? Terlalu naif
Dia tersenyum bahkan tertawa
Tertawa keras sekali kemudian meratap sendiri
Kulihat dia semakin tidak berdaya....adakah jawaban, pengertian, atau uluran tangan
Haruskah kukasihan?
Apakah yang kulihat ini adalah penyesalan?
Atau pilunya hati karna kehilangan?
Atau ketakutan akan kehilangan?
Kulihat dia tiada semangat
Sebegitu cepatnya dirinya berubah
Tak kulihat lagi semangat nya yang dulu, senyum nya lagi, impian serta harapannya yang kadang terlalu tinggi
Sebegitu jatuhnya kah dirinya
Sebegitu perihnya kah sakit di hatinya
Sebegitu rapuhnya kah dirinya....aku tidak pernah menduganya
Sebegitu sepinya kah hatinya karna kehilangan
Sebegitu besarnya kah penyesalannya
Khayal dan harapan diriku tentang dirinya terlalu besar
Karna yang tersisa sekarang adalah kenyataan bahwa aku adalah dirinya

Komentar

Anonim mengatakan…
waaah sin, ternyata dirimu bakat jadi penulis, hihihi
salut2......
tapi btw jangan2 dirimu sedih karna aku mau nikah ya?(lho), hihihi. secara kita kan solmetqeqeqew
Anonim mengatakan…
lupa sin, tu tadi yang koment "susi muanis" :p

Postingan populer dari blog ini

Puncak itu Semu

Disini, di episode terbaruku, kucoba untuk melihat rangkaian frame dalam episode hidupku sebelumnya. Di suatu tempat dan waktu antara 5 - 6 tahun yang lalu, masih teringat jelas, dimana dalam pikiranku saat itu, aku merasa itulah masa yang terberat dalam hidupku. Aku berkeinginan untuk sesegera mungkin dapat melampauinya, kalau perlu melangkahi masa itu. Keinginanku terlalu besar, bisa dibilang terobsesi. Pernah ada kata 'menyerah' tapi ternyata aku bisa bangkit lagi. Tetapi baru sekarang aku sadar, mungkin itulah proses yang harus aku lalui. Andai aku tidak pernah mengalami tempaan di masa itu aku tidak akan pernah sampai disini. Masih dengan segala kesadaran dan kebodohan yang aku miliki. Satu tempat satu waktu tapi ternyata tiap-tiap orang mempunyai pandangan yang berbeda. Saat ini aku berada di suatu tempat dan waktu yang dulu aku impikan, kalau hidup diibaratkan perjalanan mendaki gunung, mungkin orang akan melihat aku berada di puncaknya. Tapi ternyata, diriku yang dipand...

Pencarian ataukah Penemuan ?

Telah memasuki satu bulan rutinitas harianku dijungkirbalikkan oleh jadwal kerja yang baru. Pagi hari saat semua sibuk menuju tempat mengais rejekinya, aku pulang dengan membayangkan indahnya berada di antara pelukan bantal dan guling. Malam hari, jam delapan malam, belumlah malam, masih sore untuk ukuran kota Jakarta, saat semua sedang melepas penat dan letihnya, aku malah berjalan di antara temaram lampu jalan menuju tempat yang katanya tempat mendulang rejeki. Tengah malam, saat kesunyian mencapai puncaknya, saat semesta hening sesaat, aku masih disibukkan di depan komputer dan kertas-kertas. Jungkir balik, pagi dan siang jadi malam, malam jadi siang. Sesaat menyenangkan karena keluar dari rutinitas selama bertahun-tahun. Tetapi di antara sesaat  dan hal yang menyenangkan itu ada hal-hal yang tidak menyenangkan. Berangkat di malam hari  adalah bagian yang tidak menyenangkan, walaupun libur 2 harinya sangat sangatlah menyenangkan. Dan aku berbahagia untuk itu. J...

Menulis

Aku hanya ingin menulis, itu saja. Tapi aku tidak tahu apa yang akan aku tuliskan. Menulis mengenai kegiatanku hari ini, kurasa tidak, itu hanya akan menyebarkan sebagian kecil privasi kepada orang lain. Mengenai kegalauan hati, kurasa juga tidak karena kurasa akan semakin ruwet saja kalau dituliskan dan dituangkan menjadi kata-kata. Atau malahan akan semakin bingung kalau membacanya. Aku hanya ingin menulis saja, yang sederhana, titik. Tidak peduli apa yang dipikirkan orang lain tatkala membacanya. Mengapa harus peduli dengan apa yang dipikirkan dengan orang lain? Karena kurasa diriku sendiripun belum sepenuhnya mengerti tentang sebenarnya diri ini. Jadi lebih baik menyelami diri sendiri dari pada memikirkan pemikiran orang lain terhadap diri ini. Aku hanya ingin menulis, itu saja. Tulisan yang akan menjadi dokumentasi diri, yang mencerminkan perkembangan pemikiran, perkembangan diri. Tulisan yang mencerminkan sampai dimana diri ini telah berkembang. Perkembangan menuju yang le...