Langsung ke konten utama

Pencarian ataukah Penemuan ?


Telah memasuki satu bulan rutinitas harianku dijungkirbalikkan oleh jadwal kerja yang baru. Pagi hari saat semua sibuk menuju tempat mengais rejekinya, aku pulang dengan membayangkan indahnya berada di antara pelukan bantal dan guling. Malam hari, jam delapan malam, belumlah malam, masih sore untuk ukuran kota Jakarta, saat semua sedang melepas penat dan letihnya, aku malah berjalan di antara temaram lampu jalan menuju tempat yang katanya tempat mendulang rejeki. Tengah malam, saat kesunyian mencapai puncaknya, saat semesta hening sesaat, aku masih disibukkan di depan komputer dan kertas-kertas.
Jungkir balik, pagi dan siang jadi malam, malam jadi siang. Sesaat menyenangkan karena keluar dari rutinitas selama bertahun-tahun. Tetapi di antara sesaat  dan hal yang menyenangkan itu ada hal-hal yang tidak menyenangkan. Berangkat di malam hari  adalah bagian yang tidak menyenangkan, walaupun libur 2 harinya sangat sangatlah menyenangkan. Dan aku berbahagia untuk itu.
Jungkir balik, banyak waktu longgar, banyak pikiran yang datang menghampiri. Pikiran yang berpengaruh ke emosional. Entah apakah ini adalah pengaruh dari siklus hormon tiap bulan atau memang pikiran yang hadir karena kesadaran.
Jungkir balik, lebih melihat ke sekitar, banyak menghadirkan pertanyaan; ke atas ke langit, saat malam hanya dihiasi bulan sabit, yang terus bergulir hingga dihiasi bulan yang bersinar penuh. Saat pagi, ketika berjalan melawan arus, melihat wajah Bapak yang duduk di pinggir jalan kelelahan di samping karung berisi botol-botol plastik minuman bekas, apa yang dia pikirkan? melihat wajah Ibu Tua yang tetap tersenyum sambil bekerja menyapu jalanan di antara pohon-pohon tua, apa yang ada dipikirannya? Berpapasan dengan Bapak setengah baya yang berjalan tidak sempurna tergopoh-gopoh seperti sedang dikejar waktu karena takut terlambat. Apa yang sedang diburunya? Apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka cari, mereka kejar, mereka hadapi ? Kenapa aku mempertanyakan ‘mereka’ apakah ini pengganti subject karena takut pertanyaan itu kulontarkan untuk diriku? Apa yang aku pikirkan, apa yang aku cari, aku kejar, aku hadapi? Hanya menarik napas panjang kemudian menghembuskannya. Itukah jawabannya. Atau masihkah mencari jawabannya.
Akh..…bukan mengeluh, hanya kembali menarik napas panjang kemudian menghembuskannya, pencarian kenapa harus terpaku dengan kata itu. Bagaimana kalau menggantinya dengan penemuan? Daripada terus mempertanyakan dengan kata “Apa yang kau cari di hidup ini?” bagaimana kalau diganti dengan kata “Apa yang telah kau temukan di hidup ini?”- Malam sunyi yang dengan setia menyambut pagi, langit malam yang dengan rela dihiasi dengan bulan apakah dia sabit atau purnama, orang tua yang dengan tulus dan ikhlas senantiasa bekerja keras dan berdoa demi kebahagiaan anaknya, Ibu penyapu jalan yang melakukan pekerjaan dengan tetap tersenyum, serta dipertemukan denganmu, darimu aku menemukan rasa cinta, harapan, kesombongan, keangkuhan atas harga diri yang terlalu tinggi untuk mengakui perasaan, rasa perpisahan, kebencian, dendam, memaafkan, melepaskan, mengikhlaskan, dan betapa banyak hal lain yang telah kutemukan. Yang kurasa seluruh hidupku ini, tidaklah akan mampu untuk menampungnya.  Hal yang kecil, yang tiap hari terjadi pada diri dan sekitar kita adalah cahaya, yang akan menuntun kita yang berada dalam kegelapan untuk menuju cahaya.  –efek nonton rayya :D-
Jungkir balik, ternyata mendatangkan penemuan, apakah ini adalah cahaya?Ya, semoga. Tetapi aku belum tahu apa detilnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puncak itu Semu

Disini, di episode terbaruku, kucoba untuk melihat rangkaian frame dalam episode hidupku sebelumnya. Di suatu tempat dan waktu antara 5 - 6 tahun yang lalu, masih teringat jelas, dimana dalam pikiranku saat itu, aku merasa itulah masa yang terberat dalam hidupku. Aku berkeinginan untuk sesegera mungkin dapat melampauinya, kalau perlu melangkahi masa itu. Keinginanku terlalu besar, bisa dibilang terobsesi. Pernah ada kata 'menyerah' tapi ternyata aku bisa bangkit lagi. Tetapi baru sekarang aku sadar, mungkin itulah proses yang harus aku lalui. Andai aku tidak pernah mengalami tempaan di masa itu aku tidak akan pernah sampai disini. Masih dengan segala kesadaran dan kebodohan yang aku miliki. Satu tempat satu waktu tapi ternyata tiap-tiap orang mempunyai pandangan yang berbeda. Saat ini aku berada di suatu tempat dan waktu yang dulu aku impikan, kalau hidup diibaratkan perjalanan mendaki gunung, mungkin orang akan melihat aku berada di puncaknya. Tapi ternyata, diriku yang dipand...

Menulis

Aku hanya ingin menulis, itu saja. Tapi aku tidak tahu apa yang akan aku tuliskan. Menulis mengenai kegiatanku hari ini, kurasa tidak, itu hanya akan menyebarkan sebagian kecil privasi kepada orang lain. Mengenai kegalauan hati, kurasa juga tidak karena kurasa akan semakin ruwet saja kalau dituliskan dan dituangkan menjadi kata-kata. Atau malahan akan semakin bingung kalau membacanya. Aku hanya ingin menulis saja, yang sederhana, titik. Tidak peduli apa yang dipikirkan orang lain tatkala membacanya. Mengapa harus peduli dengan apa yang dipikirkan dengan orang lain? Karena kurasa diriku sendiripun belum sepenuhnya mengerti tentang sebenarnya diri ini. Jadi lebih baik menyelami diri sendiri dari pada memikirkan pemikiran orang lain terhadap diri ini. Aku hanya ingin menulis, itu saja. Tulisan yang akan menjadi dokumentasi diri, yang mencerminkan perkembangan pemikiran, perkembangan diri. Tulisan yang mencerminkan sampai dimana diri ini telah berkembang. Perkembangan menuju yang le...