Langsung ke konten utama

Menikmati Hidup

Ternyata hidup ini sangatlah berharga. Bisa bangun di pagi hari, bernapas menghirup oksigen sepuasnya, melihat matahari yang dihiasi warna emasnya, telepon teman berbagi cerita, telepon keluarga yang bermil-mil jauhnya dan menikmati mandi pagi. Sangatlah sederhana dan tidak membutuhkan miliyar uang. Kalau dipikir adalah suatu hal yang biasa dan tidaklah penting. Tapi mungkin disinilah letak atau awal dari yang namanya menikmati hidup.

Kadang perjalanan menikmati hidup ini terhentikan atau bahkan terlupakan. Karena kita terlalu disibukkan dengan namanya rutinitas. Beban pekerjaan yang banyak, karier yang harus dikejar sehingga lupa segalanya. Pertanyaaan yang selalu muncul buat apa semuanya itu? Uang? Jabatan? ataukah kekaguman dan penghormatan dari orang sekeliling kita?

Dapat dipastikan bahwa semuanya itu sampai kapanpun tidak akan pernah tercukupi. Kekurangan dan kebutuhan hidup akan terus menjadi serangkaian alasan untuk mengejarnya.

Yang namanya menikmati hidup tidaklah harus dengan pergi rekreasi, makan yang enak, dan tidak mengerjakan apa-apa atau bermalas-malasan. Bagi saya, menikmati hidup ini dapat diartikan dengan melakukan semua kegiatan dengan sepenuh hati. Hati yang tenang dan tidak terlalu banyak pengharapan. Menerima diri apa adanya adalah kunci awal dari hati yang tenang.

Sangatlah sulit untuk bisa menerima diri apa adanya, diri kita dengan segala kekurangan dan keterbatasan. Menerima semua yang terjadi, menghapus semua keinginan yang menggebu, dan menghapus semua pengharapan; harapan untuk dipuji, harapan untuk menjadi yang paling, dan harapan untuk menjadi ter- yang lain.

Tiga kata inilah yang sangat manjur untuk bisa menikmati hidup ini yaitu sabar, ikhlas dan syukur. Dan bagi saya ketiga kata itu sangat sulit untuk dilakukan. Tidak hanya kata-kata saja yang gembar-gembor sabar-sabar, atau ikhlas atau syukur. Tapi lebih kepada implementasi ketiga kata itu dalam suatu sikap dan tindakan dalam menghadapi semua kejadian dalam hidup ini.

Saya mempunyai perspektif yang berbeda dengan kata Ikhlas. Bagi saya ikhlas adalah bener-bener tidak ada pengharapan. Hal yang menjadi pertanyaan bagi saya selama ini, adalah kalau kita beribadah pada Yang Kuasa terus kita berpengharap surga apakah itu juga ikhlas?? Tanda tanya dua...itu yang saya maksud tidak hanya sekedar gembar-gembor kata saja. Sebenarnya Ikhlas lebih daripada semuanya itu, bener-bener tidak ada harapan, begitu juga dengan hidup, diberi napas dan kesempatan melihat dunia dengan segala isinya saja, sungguh amatlah suatu hal yang besar. Masih perlukah menuntut hal yang lebih lagi?

Syukur tidak hanya berucap Alhamdullillah atau terima kasih Tuhan. Syukur lebih kepada suatu tindakan. Suatu tindakan untuk mengerahkan segenap kekuatan dan kelebihan yang kita miliki untuk berbuat sesuatu, tentu saja sesuatu yang berguna untuk kita dan sekitar kita. Kalau kita belum mampu berbuat lebih pada orang banyak, setidaknya berbuatlah sesuatu untuk diri kita sendiri dan keluarga.

Tuhan telah memberi kesempatan pada kita untuk hidup di dunia tentu saja dengan tujuannnya masing-masing. Dan penemuan tujuan inilah yang pada akhirnya membawa kita padaNya. Jadi mengapa harus menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan Tuhan pada kita yaitu, Hidup.

ditulis disuatu malam diawal desember

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Is he the one?

Hari ini aku datang ke acara pernikahan teman, terus terlintas lagi pertanyaan yang sama setiap kali menghadiri acara seperti ini. Kok mereka bisa yakin ya...bahwa orang yang duduk di sebelahnya (pasangannya) itu adalah ”the one”. Harus kuakui bahwa aku salut dengan orang-orang yang berani mengambil keputusan untuk menuju ke jenjang pernikahan. Rasanya hebat aja? Apalagi kalau pasangan yang menikah itu usianya masih dibawahku..he..he.. Mereka itu memutuskan menikah karena memang udah yakin kalau dia itu adalah ”the one”-nya atau karena sudah nggak tahu lagi mau ngapain karena pacaran sudah lama atau karena usia sudah mepet dengan kepala tiga atau karena desakan orang tua dan lingkungan? sederet pertanyaan itulah yang selalu ada di kepalaku. Terus, bagaimana caranya untuk mengetahui bahwa “yes, he/she is the one for me”. Apakah ada semacam feeling atau firasat apa gitu waktu bertemu dengannya? Itu yang selalu kutanyakan pada teman-temanku yang sudah menikah. It is the w...

Puncak itu Semu

Disini, di episode terbaruku, kucoba untuk melihat rangkaian frame dalam episode hidupku sebelumnya. Di suatu tempat dan waktu antara 5 - 6 tahun yang lalu, masih teringat jelas, dimana dalam pikiranku saat itu, aku merasa itulah masa yang terberat dalam hidupku. Aku berkeinginan untuk sesegera mungkin dapat melampauinya, kalau perlu melangkahi masa itu. Keinginanku terlalu besar, bisa dibilang terobsesi. Pernah ada kata 'menyerah' tapi ternyata aku bisa bangkit lagi. Tetapi baru sekarang aku sadar, mungkin itulah proses yang harus aku lalui. Andai aku tidak pernah mengalami tempaan di masa itu aku tidak akan pernah sampai disini. Masih dengan segala kesadaran dan kebodohan yang aku miliki. Satu tempat satu waktu tapi ternyata tiap-tiap orang mempunyai pandangan yang berbeda. Saat ini aku berada di suatu tempat dan waktu yang dulu aku impikan, kalau hidup diibaratkan perjalanan mendaki gunung, mungkin orang akan melihat aku berada di puncaknya. Tapi ternyata, diriku yang dipand...

Do'a

ya Tuhan dengarkanlah permintaan hati yang teraniaya sunyi dan berikanlah arti pada hidupku yang terhempas yang terlepas pelukanMu, bersamaMu dan tanpaMu aku hilang selalu ya Tuhanku inikah yang Kau mau benarkah ini jalanMu hanyalah Engkau yang kutuju pegang erat tanganku bimbing langkah kakiku aku hilang arah tanpa hadirMu Tuhanku dalam gelapnya malam hariku sedih ini tiada arti jika Kaulah sandaran hati diambil dari lirik lagu "Permintaan Hati dan Sandaran hati" oleh Letto